LBP Mau Ada Family Office Di Indonesia, Ini Untung Ruginya

--Foto: Unsplash/ABC
Gerbang Jakarta. Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan baru-baru ini mengusulkan pembentukan family office kepada Presiden Joko Widodo. ”Pak, family office itu ada 1.500 di Singapura. Kita satu aja enggak punya," kata Luhut.
Luhut yakin family office yang menyasar keluarga kaya bakal menarik, mereka karena tak akan dipungut pajak, sampai mereka berinvestasi dan menciptakan lapangan kerja baru. Ia menambahkan, yang paling penting uang orang kaya berada di Indonesia sehingga menjadi devisa bagi negara. Namun apa sebetulnya yang dimaksud family office?
Mengurus Orang Kaya
Singkatnya, menurut akademisi dari School of Business and Management Institut Teknologi Bandung, Dr. Raden Aswin Rahadi, family office adalah entitas swasta yang dibentuk untuk mengelola harta keluarga yang sangat kaya.
"Mereka menangani berbagai aspek keuangan, termasuk investasi, manajemen aset, perencanaan pajak, dan bahkan layanan gaya hidup," kata Aswin.
Laman konsultan bisnis manajemen global PricewaterhouseCoopers menjabarkan, family office adalah organisasi yang diciptakan untuk mengawasi dan mengelola kebutuhan keuangan keluarga tertentu, termasuk melakukan transfer kekayaan secara efektif antar-generasi. Beroperasi seperti sebuah perusahaan, memiliki karyawan dan dapat diatur sebagai entitas terpisah atau mungkin tertanam dalam perusahaan operasi keluarga.
Family office berperan melindungi kekayaan keluarga, mengelola risiko investasi, meningkatkan kohesi keluarga dan transisi generasi, memperjelas tata kelola kekayaan serta urusan pribadi anggota keluarganya.
Ada dua jenis family office, yakni single-family office dan multi-family office. Yang dimaksud dengan single-family office adalah kantor yang mengelola kekayaan satu keluarga secara eksklusif, atau dengan kata lain, kantor ini hanya melayani satu klien saja. Sebaliknya, multi-family office mengelola kekayaan tidak secara eksklusif, dan bisa mengelola beberapa klien sekaligus.
"Family office ini akan memberi saran, menganalisa, dan memberi rekomendasi," ujar Aswin.
Luhut menyebut Hongkong memiliki 1.400 (single) family office, meskipun Invest Hong Kong pada Maret lalu mencatat ada lebih dari 2.700 kantor yang secara eksklusif mengurus keluarga yang superkaya di kota itu, mengutip Studi Pasar tentang Lanskap single-family office yang dilakukan oleh Deloitte di Hong Kong.
Aswin mengatakan family office ini, meskipun secara tidak langsung, berpotensi akan menguntungkan Indonesia, salah satunya melalui peningkatan investasi asing langsung, pertumbuhan ekonomi lokal, dan pengelolaan kekayaan yang lebih baik. "Pandangan saya, karena keberadaan family office ini, harapannya uangnya juga masuk ke Indonesia dan diputar di Indonesia," ujarnya.
"Tapi ada juga kemungkinan bahwa statement-nya Luhut itu sendiri soal family office dibuat di Indonesia supaya konglomerasi Indonesia enggak usah ke Singapura dan Hong Kong, jadi uang mereka di sini saja, enggak lari ke luar, karena kita juga punya sejumlah orang kaya yang kalau kita bicara jujur, ya menyimpan uangnya enggak pernah di sini."
Rentan Pencucian Uang
Merujuk ke data Citywire Asia, sampai akhir 2023 ada 1.400 single-family office di Singapura. Namun karena kondisi geopolitik di Hongkong dan perubahan regulasi di Singapura, Luhut menilai ada peluang dan kesempatan yang bisa diambil family office Indonesia.
Ia menambahkan, family office akan menjadi salah satu upaya untuk menarik kekayaan dari negara lain untuk pertumbuhan ekonomi nasional, serta meningkatkan peredaran modal di dalam negeri, menghadirkan potensi peningkatan pendapatan domestik bruto, lapangan kerja, dan konsumsi lokal.
Dr. Raden Aswin Rahadi punya teori sendiri mengapa ide family office baru mencuat sekarang. "Saya bisa saja salah, tapi yang saya tangkap adalah bahwa sekarang itu Indonesia perlu duit, karena we have so many projects yang, menurut saya, memang too big to fail ... ide family office ini menjadi atraktif bagi pemerintah sebagai salah satu cara scoop up money dengan cepat," ujarnya.
Selain investasi, potensi keuntungan lainnya adalah lapangan pekerjaan yang tercipta dari family office, yang meliputi berbagai bidang seperti keuangan, hukum, administrasi, investasi, manajemen aset, dan layanan profesional lainnya.
Individu dengan latar belakang di bidang keuangan, hukum, akuntansi, manajemen bisnis, dan teknologi informasi akan sangat dibutuhkan untuk mendukung operasional family office ini.
Namun menurut Aswin, salah satu kelemahan dari ide ini adalah potensi penyalahgunaan family office sebagai tempat perlindungan pajak dan pencucian uang. Pendapat Aswin beralasan, mengingat ditemukannya kasus pencucian uang di Singapura.
Menurut laporan The Straits Times pada 3 Juli lalu, uang yang dikelola oleh enam single-family office di Singapura yang memperoleh keuntungan pajak telah terbukti terhubung dengan 10 warga negara asing yang ditangkap dalam kasus pencucian uang terbesar di negara itu.
Untuk menerima insentif pajak di Singapura, single-family office harus mempekerjakan setidaknya dua profesional investasi, dengan pengeluaran bisnis antara $200.000 dan $1 juta, serta menginvestasikan setidaknya 10 persen dari aset yang mereka kelola pada ekuitas lokal, obligasi, dana, atau perusahaan yang beroperasi di Singapura.
Namun, di Singapura, single-family office tidak perlu terdaftar atau mendapat lisensi dari Otoritas Moneter Singapura (MAS) karena mereka tidak mengelola dana pihak ketiga.
Berisiko Tinggi
Lembaga kebijakan publik The Prakarsa menyebut ada ketidakadilan di balik usul family office ini, karena khawatir orang kaya akan semakin dimanja lewat fasilitas pembebasan pajak. Sementara di sisi lain, pemerintah sedang merencanakan penarikan pajak lebih tinggi dari kelas menengah-bawah, misalnya Pajak Penghasilan sebesar 12 persen pada 2025.
Di samping itu, ditambahkan oleh Aswin, Indonesia hingga saat ini belum memiliki family office karena kurangnya infrastruktur keuangan yang mendukung dan regulasi yang menarik bagi investor asing. "Dua alasan mengapa orang ke Singapura dan Hong Kong, yang pertama karena birokrasinya enggak ribet, dan mereka punya reputasi bagus soal confidentiality."
Meski mengakui ide ini cukup baik mengingat besar potensinya, Aswin menilai usul ini tidak bisa dilakukan dalam waktu yang singkat.
"It's too risky in my opinion, ... ini bukan hanya soal 'lokasinya di Bali, pajaknya free', tapi kan ada masalah keamanan [digital] yang belum diberesin, ada masalah confidentiality yang belum kita jaga, ada masalah birokrasi yang belum dibenerin, ada banyak lapisan yang perlu dibenerin sebelum kita masuk ke sana."
Senada dengan Aswin, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, Indonesia belum memenuhi syarat untuk mendirikan family office. "Berharap family office masuk ke Indonesia masih jauh lah. Syarat untuk masuk family office itu di antaranya punya kepastian hukum, kerahasiaan pribadi, dan minim pencucian uang," kata Bhima kepada Kompas.com.
Aswin mengingatkan pemerintah untuk mulai melakukan kajian yang proper sejak sekarang dengan melibatkan pakar yang kompeten tanpa ada tekanan waktu untuk menjajaki ide family office ini sebelum dieksekusi. (Hellena Soulsa/ABC)
Sumber: