Starling, Solusi Bagi Warga Kota Yang Sedang Pusing

Senin 08-07-2024,12:48 WIB
Reporter : Admin
Editor : Admin

Gerbang Jakarta. Di Jakarta, siapa tak kenal kopi "Starbucks Keliling" alias Starling? Jelas bukan produk, apalagi cabang dari Starbucks yang berpusat di Amrik itu. Jadi aman dikonsumsi oleh mereka yang masih konsisten mendukung berdirinya negara Palestina merdeka lewat mode boikot. Starling juga murah meriah. Paling mahal harga satu gelasnya lima ribu rupiah. 

 

Namun yang paling mengasyikkan menurut saya, sambil menyeruput kopi Starling, kita bisa berinteraksi dengan mamang penjual kopi yang melayani dengan ramah di samping sepedanya. Sepeda mamang Starling bergerak lincah kesana kemari. Mulai dari trotoar Balai Kota, pinggiran pagar gedung-gedung di kawasan Jalan Sudirman-Thamrin, hingga stasiun kereta dan halte TransJakarta. 

 

Suatu kali saya menikmati Starling tak jauh dari Balai Kota Jakarta. Saya ngobrol dengan sesama penyeruput Starling, seorang anak muda gagah yang baru saja lolos tes CPNS di sebuah kementerian. Senang sekali bisa menyerap spirit anak muda milenial yang usianya tak jauh dari putra tertua saya. Kali lain, saat Starlingan malam-malam di depan RSUD Cempaka Putih, hati saya teriris mendengar perjalanan hidup seorang bapak yang bekerja sebagai buruh harian. Saat itu, anaknya sedang dirawat karena DBD, sama seperti anak saya. 

 

Pernah juga, saya Starlingan di muka Stasiun Cikarang. Hanya menyimak sekilas kekecewaan beberapa lelaki yang berceloteh tentang para pejabat jahat di negara ini. "Saya baru baca beritanya ini, ada lagi lo pejabat yang korupsi," bilang lelaki usia sekitar 40-an. "Kita rakyat cuma kebagian ampas, yo," sambut lelaki lainnya yang tampak lebih muda. "Bukan ampas lagi, taik, bekas berak mereka dilepeh ke kita," tambah yang lainnya. Maaf, taeeknya sengaja tak saya sensor. 

 

Andai benar masih ada pemimpin berkarakter seperti Umar bin Khattab di era kekinian, tentu dia tak segan-segan menyamar sebagai jelata untuk menikmati Starling. Bukan karena manis-pahit kopinya, tapi suara rakyat penikmat Starling ini adalah suara yang harusnya lebih banyak didengar para pemimpin itu. Bukan suara biduan jelita yang dijadikan sugar baby atau suara merdu koor ABS bawahan yang terlalu takut kehilangan comfort zone. 

 

Starlingan bukan sekadar aktivitas mengais rezeki bagi para starlingers. Dia adalah gerakan perlawanan terhadap kemapanan, seperti halnya warung kopi dan warung madura. Rakyat butuh katarsis agar ledakan-ledakan kemarahan mereka mendapat tempat. Tempat suara mereka didengar, sambil mendengarkan. Berorasi dan kritis memaki-maki tanpa takut dicap oposisi. 

 

 

Bang Itjoel

Jatinegara, 6 Juni 2024

 

*tulisan di kolom ini adalah opini pribadi penulis, tidak mencerminkan sikap Redaksi.

Kategori :

Terpopuler